Bukan Sekadar Mewah: Menyelisik Sifat Anti-Korosif Emas pada Restorasi Inlay dan Onlay

Dalam dunia kedokteran gigi, pemilihan material restorasi yang ideal sangat krusial untuk memastikan ketahanan dan biokompatibilitas jangka panjang. Salah satu alasan utama mengapa paduan emas (gold alloy) tetap menjadi standar emas (gold standard) untuk restorasi seperti inlay dan onlay adalah sifat anti-korosifnya yang luar biasa. Menyelisik Sifat ini membawa kita pada pemahaman mengapa emas, meskipun mahal, menawarkan keunggulan tak tertandingi dalam lingkungan mulut yang keras. Mulut adalah lingkungan yang lembap, hangat, dan mengandung berbagai jenis ion serta zat kimia dari makanan dan minuman yang sangat korosif. Kemampuan emas untuk bertahan dari degradasi kimia inilah yang membedakannya dari material logam lain.

Lingkungan mulut memiliki pH yang berfluktuasi secara drastis, terutama setelah konsumsi makanan asam, yang secara alami memicu reaksi korosi pada kebanyakan logam. Menyelisik Sifat kimia emas menunjukkan bahwa logam mulia ini bersifat inert, atau sangat tidak reaktif. Emas memiliki potensi reduksi yang tinggi, yang berarti ia hampir tidak akan melepaskan ion ke dalam lingkungan mulut, sehingga mencegah korosi elektrokimia yang dapat menyebabkan kegagalan restorasi dan iritasi pada jaringan gusi. Korosi tidak hanya merusak material restorasi, tetapi juga berpotensi melepaskan produk korosi yang bersifat toksik ke dalam tubuh. Di Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Maju, Profesor Ilmu Material Kedokteran Gigi, Prof. Dr. Haris Santoso, Sp.KG., menekankan bahwa paduan emas dengan kandungan minimal 75% emas murni menunjukkan stabilitas kimia yang optimal.

Aplikasi emas pada inlay (restorasi yang terletak di dalam permukaan gigitan) dan onlay (meliputi satu atau lebih tonjol/ cusp gigi) membutuhkan material yang mampu bertahan dari tekanan kunyah yang ekstrem dan resisten terhadap aus. Selain sifat anti-korosifnya, emas juga memiliki kekuatan tarik yang tinggi dan modulus elastisitas yang mendekati gigi alami. Menyelisik Sifat ini telah terbukti secara klinis. Dalam sebuah studi retrospektif yang dilakukan di Pusat Kesehatan Gigi Veteran pada tahun 2024, ditemukan bahwa restorasi inlay emas memiliki tingkat ketahanan (survival rate) rata-rata 98% setelah 15 tahun pemakaian, jauh lebih unggul dibandingkan beberapa material non-logam.

Untuk memastikan kualitas Menyelisik Sifat anti-korosif emas, pengerjaan restorasi dilakukan dengan teknik casting yang sangat presisi di laboratorium. Proses ini harus dikerjakan oleh Teknisi Laboratorium Gigi yang bersertifikat. Pada tanggal 2 November 2025, di Puskesmas Giri Sehat, dilakukan quality control rutin terhadap restorasi inlay emas yang dipasang dalam kurun waktu 5 tahun terakhir. Kepala Puskesmas, Dr. Rina Kusuma, menyatakan bahwa tidak ditemukan satupun kasus korosi atau kegagalan material yang disebabkan oleh reaksi kimia lingkungan mulut. Hasil ini menegaskan bahwa penggunaan emas, dengan segala keunggulannya, tetap menjadi pilihan andal bagi pasien yang memprioritaskan durabilitas dan biokompatibilitas jangka panjang.